Nominalisme-Realisme dan Pandangan Dunia Mekanistik

Posted on

Gambar

Nominalisme dan realisme adalah dua aliran dalam filsafat yang berbeda atau bertolak belakang. Dari berbagai literatur dicontohkan perbedaan tersebut menyangkut hakikat dari suatu masalah (fenomena) terutama realita sosial yang diselidiki antara lain apakah realitas itu merupakan sesuatu yang obyektif atau subyektif (hasil pemikiran seseorang)? Atau apakah realitas itu merupakan sesuatu yang sudah ada (given) berada diluar pikiran manusia atau dari pikiran manusia.

 

Penganut nominalis beranggapan bahwa masalah sosial itu merupakan sesuatu dari hasil pemikiran seseorang (subyektif) sebagai contoh nama benda atau nama orang merupakan kreasi seseorang untuk mendiskripsikan sesuatu.

Sebaliknya penganut realis menganggap bahwa realitas sosial itu merupakan sesuatu yang berada diluar pemikiran manusia (obyektif), merupakan kenyataan. Dari sudut pandang ontologis (melihat hakikat atas sesuatu) realitas sosial tersebut sudah ada sebelum keberadaan dan kesadaran manusia.

Menurut beberapa literatur, faham realisme berkembang seiring dengan munculnya pemikiran ahli filsafat seperti Rene Descartes yang ’sering disebut sebagai bapak filsafat modern’ (Wikipedia, 2013b) dan juga ”dikukuhkan oleh Isaac Newton ilmuwan yang sangat berpengaruh sepanjang sejarah, bahkan dikatakan sebagai bapak ilmu fisika klasik”.(Wikipedia, 2013a)

Filsafat disebut banyak orang sebagai induk ilmu. Pengertian filsafat digambarkan (Suriasumantri, 1993, p. 20) seperti ”… seorang yang berpijak di bumi sedang tengadah ke bintang-bintang. Dia ingin mengetahui hakikat dirinya dalam kesemestaan galaksi”.

Dalam pembahasan lain (Suriasumantri, 1993, p. 32) menyebutkan:

”pokok permasalahan yang dikaji filsafat mencakup tiga segi yakni apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah (logika), mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk (etika), serta apa yang termasuk indah dan apa yang termasuk jelek (estetika). Ketiga teori cabang utama filsafat ini kemudian bertambah lagi yakni, pertama teori tentang ada: tentang hakikat keberadaan zat, tentang hakikat pikiran serta kaitan antara zat dan pikiran yang semuanya terangkum dalam metafisika…”

Ontologi adalah kajian filsafat yang membahas tentang hakikat atas suatu realita. Ilmu dan metafisika ini digambarkan (Suriasumantri, 1993, pp. 63-64) ”… merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran filsafati termasuk pemikiran ilmiah. Diibaratkan pikiran adalah roket yang meluncurkan ke bintang-bintang, menembus galaksi dan awan gemawan, maka metafisika adalah landasan peluncurannya”.

Tafsiran metafisika (paham mekanistik) ini digunakan manusia antara lain terhadap alam. Gejala alam seperti hujan, angin, petir, dan lain-lain bisa didekati dari segi proses kimia-fisika. Namun demikian permasalahan terjadi jika tafsiran metafisika diterapkan pada makhluk hidup seperti manusia. Dalam (Suriasumantri, 1993, p. 66) disebutkan ”… Disini kaum yang menganut paham mekanistik ditentang oleh kaum vitalistik”.

Lebih jauh dijelaskan, ”Kaum mekanistik melihat gejala alam (termasuk makhluk hidup) hanya merupakan gejala kimia-fisika semata. Sedangkan bagi kaum vitalistik hidup adalah sesuatu yang unik yang berbeda secara substantif dengan proses tersebut diatas”.(Suriasumantri, 1993, p. 66)

Perbedaan pandangan kaum mekanistik (monoistik) dan vitalistik (dualistik) ini sudah menjadi kajian dari ahli-ahli filsafat sejak dulu.”Ilmu merupakan pengetahuan yang mencoba menafsirkan alam ini sebagaimana adanya. Kalau memang itu tujuannya maka kita tidak bisa melepaskan diri dari masalah-masalah yang ada didalamnya” (Suriasumantri, 1993, p. 69)

Perbedaan pandangan ini juga secara jelas digambarkan oleh (Suriasumantri, 1993, p. 66) ”…proses berpikir manusia menghasilkan pengetahuan tentang zat (obyek) yang ditelaahnya. Namun apakah kebenaran nya hakikat pikiran tersebut, apakah dia berbeda dengan zat yang ditelaahnya, ataukah hanya bentuk lain dari zat tersebut”.

Lebih lanjut disebutkan  (Suriasumantri, 1993, p. 68) menyebutkan ”…yang membedakan robot dengan manusia bagi kaum yang menganut paham monistik hanya terletak pada komponen dan struktur yang membangunnnya dan sama sekali bukan terletak pada substansinya yang pada hakikatnya berbeda secara nyata”.

Atas dasar intuitif, saya menilai pandangan mekanistik bersifat kaku dan menyempitkan pandangan atas hakikat dari ilmu. Arogansi atas penguasaan suatu ilmu membuat manusia terkadang lupa bahwa ada banyak ilmu lain yang bisa dijelajahi untuk kemanfaatan umat manusia. Memandang ilmu pengetahuan dari paham mekanistik semata, bisa jadi memperlambat kemajuan ilmu pengetahuan itu sendiri.

Ada suatu realita yang saya alami, dan mungkin berkaitan erat dengan perbedaan paham manusia terhadap ilmu pengetahuan. Beberapa tahun lalu seorang Ibu terkena stroke yang kedua kalinya. Penyakit tersebut menyerang syaraf-syaraf yang salah satunya menyebabkan si Ibu tidak bisa menelan makanan. Tanpa sepengetahuan rumah sakit, pihak keluarga memutuskan untuk mendatangkan ahli akupuntur. Realitanya, terapi akupuntur tersebut membawa perubahan besar, dalam hitungan menit, sang Ibu sudah bisa menelan makanan. Padahal sebelumnya obat-obatan dari resep dokter sepertinya tidak membawa perubahan mendasar.

Setelah beberapa tahun berlalu dengan normal, si Ibu kembali terkena stroke yang ke tiga kalinya dan juga menyebabkan sulit menelan makanan. Tetapi saat ini sepertinya sudah terjadi perubahan dalam ilmu kedokteran, rumah sakit sudah menyediakan dokter yang ahli dalam akupuntur. Bisa jadi jauh sebelumnya terjadi perdebatan dikalangan dokter rumah sakit tersebut yang disebabkan pemahaman yang sempit (monoistik) terhadap perkembangan ilmu lainnya.

Phenomena lain bisa dilihat terkait pikiran dan kesadaran manusia. Pola pikir mekanistik tidak memadai untuk mengetahui seluruh ilmu terutama yang berkaitan dengan kesadaran (consciousness). Rasa cinta dan kasih sayang serta benci dan marah adalah merupakan sesuatu yang nyata meskipun penuh misteri dan bukan merupakan pikiran manusia itu sendiri.

Kalau dipahami lebih luas lagi, penerapan kedua paham tersebut diatas belum tentu bisa memahami seluruh realita yang terjadi dialam jagat raya ini. Contoh yang sederhana adalah bagaimana paham mekanistik dan vitalistik memahami realita terkait makhluk gaib ciptan Tuhan?. Selain itu yang lebih mendasar, bagaimana ilmu pengetahuan memahami hakikat Tuhan Sang Maha Pencipta. Kalaulah dikalangan kaum vitalistik pun masih terjadi perbedaan pendapat tentunya faham mekanistik lebih tidak mampu menjelaskan phenomena yang terkait alam gaib tersebut.

* Penulis adalah mahasiswa Program Doktor Ilmu Akuntansi (PDIA) Brawijaya 2013.

Bibliography

Chodjim, Achmad. 2013. Syekh Siti Jenar, Makrifat Kasunyatan.

Srywahyuningiu. 2012. “Ontologi I : Nominalisme-Realisme Dan Pandangan Dunia Mekanistik,”

Suriasumantri, J. S. (1993). Filsafat Ilmu Sebutah Pengantar Populer: PT. Karya Uni Press.

Unknown. 2013. “Nominalisme, Bahasa Indonesia,” Wiktionary.

Unknown. 2013. “Kamus Bahasa Indonesia,”

Wikipedia. (2013a). Isaac Newton. from http://id.wikipedia.org/wiki/Isaac_Newton

Wikipedia. (2013b). René Descartes. from http://id.wikipedia.org/wiki/Ren%C3%A9_Descartes

 

Tinggalkan komentar